Senin, 22 Agustus 2016

TELADAN ABRAHAM BAGI KAUM BAPAK KRISTEN MENURUT KEJADIAN 22:1-19



Beberapa waktu kemudian Allah menguji kesetiaan Abraham. Allah memanggil, "Abraham!" Lalu Abraham menjawab, "Ya, Tuhan." Kata Allah, "Pergilah ke tanah Moria dengan Ishak, anakmu yang tunggal, yang sangat kaukasihi. Di situ, di sebuah gunung yang akan Kutunjukkan kepadamu, persembahkanlah anakmu sebagai kurban bakaran kepada-Ku."
Keesokan harinya pagi-pagi, Abraham membelah-belah kayu untuk kurban bakaran dan mengikat kayu itu di atas keledainya. Ia berangkat dengan Ishak dan dua orang hambanya ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Pada hari yang ketiga tampaklah oleh Abraham tempat itu di kejauhan. Lalu ia berkata kepada kedua hambanya itu, "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini. Saya dan anak saya akan pergi ke sana untuk menyembah TUHAN, nanti kami kembali kepadamu." Abraham meletakkan kayu untuk kurban bakaran itu pada pundak Ishak, sedang ia sendiri membawa pisau dan bara api untuk membakar kayu. Ketika mereka berjalan bersama-sama, Ishak berkata, "Ayah!" Abraham menjawab, "Ada apa, anakku?" Ishak bertanya, "Kita sudah membawa api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk kurban bakaran itu?" Abraham menjawab, "Allah sendiri akan menyediakan anak domba itu." Lalu keduanya berjalan terus. Ketika mereka sampai di tempat yang dikatakan Allah kepada Abraham, ia mendirikan sebuah mezbah dan menyusun kayu bakar itu di atasnya. Lalu diikatnya anaknya dan dibaringkannya di mezbah, di atas kayu bakar itu. Setelah itu, diambilnya pisaunya hendak membunuh anaknya.
Tetapi malaikat TUHAN berseru kepadanya dari langit, "Abraham, Abraham!" Jawab Abraham, "Ya, Tuhan!" "Jangan kausakiti anak itu atau kauapa-apakan dia," kata TUHAN melalui malaikat itu. "Sekarang Aku tahu bahwa engkau hormat dan taat kepada-Ku, karena engkau tidak menolak untuk menyerahkan anakmu yang tunggal itu kepada-Ku." Lalu Abraham memandang ke sekitarnya dan melihat seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut dalam semak-semak. Abraham mengambil domba itu lalu mempersembahkannya kepada TUHAN sebagai kurban bakaran pengganti anaknya.  Abraham menamakan tempat itu "TUHAN menyediakan yang diperlukan". Dan sampai sekarang pun orang mengatakan "Di atas gunung-Nya TUHAN menyediakan yang diperlukan".
Sekali lagi dari langit malaikat TUHAN berseru kepada Abraham, "TUHAN berkata: Aku bersumpah demi nama-Ku sendiri, karena engkau telah melakukan hal ini dan tidak menolak untuk menyerahkan anakmu yang tunggal itu kepada-Ku, Aku akan memberkati engkau dengan berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit dan sebanyak pasir di tepi laut. Anak cucumu akan mengalahkan musuh-musuh mereka. Semua bangsa di bumi akan memohon kepada-Ku supaya Aku memberkati mereka sebagaimana telah Kuberkati keturunanmu--karena engkau telah mentaati perintah-Ku."
Setelah itu kembalilah Abraham kepada kedua hambanya, lalu mereka bersama-sama pergi ke Bersyeba, dan Abraham menetap di sana.
- Kejadian 22:1-19 (versi Bahasa Indonesia Sehari-hari) -

Kita semua pasti sudah mengenal Abraham sebagai Bapa semua orang beriman. Ini akan membuat pikiran kita dipenuhi prasangka bahwa ia seorang bapak yang sempurna, sudah disulap pikirannya oleh Tuhan sehingga semua yang ia pikirkan dan lakukan serba baik adanya. Tapi pemikiran ini tidak tepat. Berkat, janji dan perlindungan Allah datang padanya bukan secara instan tapi karena ketaatan Abraham yang melibatkan seluruh perasaannya, pikirannya, pertimbangan dan keputusan-keputusan sulit yang diambilnya. Tapi dari kesemua kodrat manusiawi Abraham, ia memiliki banyak teladan bagi kita kaum bapak Kristen.

Teladan Pertama: Iman Yang Diwujudkan Dalam Perbuatan Nyata
Bapak Abraham ini bukan hanya percaya pada Tuhan. Iman dalam hati dan dalam pikiran terbukti dalam ucapan yang keluar dari mulutnya. Keyakinannya pada Allah menjadi nyata dalam tingkah lakunya. Allah memintanya mengorbankan Ishak dan ia patuh.[1] Kalau saat ini ada suami-istri yang bisa mempunyai anak setelah bergumul 5 tahun pernikahan lamanya, mereka akan sangat bersyukur, mereka akan menceritakan itu sebagai kesaksian dan mereka akan begitu mengasihi anak itu. Bisakah kita bayangkan emosi bagaimanakah yang ada dalam diri Abraham waktu Allah memintanya mengorbankan Ishak. Kalau kita, mungkin akan berkata: “Tuhan. Apakah Kau main-main atau bercanda ? Kami menanti-nantikan anak ini sampai istriku berumur 90 tahun[2] dan sekarang Kau mau aku membunuh anak ini ?” Tapi sungguh mengejutkan. Abraham mematuhinya. Ia pergi ke Moria dan berniat melakukannya. Waktu Ishak menanyakan domba yang akan dikorbankan, Abraham menjawab bahwa Allah yang akan menyediakannya.
Pikirannya ada iman, perasaannya ada iman, mulutnya ada iman, perbuatannya ada iman. Semua itu membutuhkan pengorbanan mengekang pikiran untuk tidak menjadi piktor (pikiran kotor), menguasai emosi supaya tidak mudah hanyut, mudah sedih dan mudah marah. Itu sebabnya ia disebut Bapa orang beriman. Bukan karena ia dilahirkan sebagai orang baik tapi karena ia mau berjuang untuk menunjukkan semua kata-kata dan tindakannya di depan keluarga, anak dan hamba-hambanya sesuai dengan imannya.
Pikiran dan emosi kita sebagai bapak dan suami di rumah, tidak selalu terwujud dalam tindakan. Tapi walaupun tersembunyi, kita berkewajiban menjaganya tetap kudus. Mulut pun harus menunjukkan iman. Kalau ada cacian yang terdengar di telinga anak-anak kita, apakah itu wujud iman ? Coba kita pikirkan baik-baik bahwa iman itu menunjukkan keyakinan kita pada Tuhan yang kudus. Apakah kata-kata makian, kata-kata kotor, kata-kata amarah menunjukkan kita sebagai seorang bapak yang mempunyai keyakinan kepada Allah yang kudus ?[3] Anak-anak akan berpikir: mana mungkin Allahnya bapakku itu kudus? Mulutnya saja tidak kudus…

Teladan Kedua: Ketaatan Yang Diwujudkan Dalam Keteguhan Hati
Bapak yang tampak kuat hatinya haruslah melakukan keteguhan itu karena Tuhan dan bukan karena merasa sebagai makhluk super power yang diciptakan Allah kuat dari sononya. Abraham memberikan teladan keteguhan hati yang luar biasa. Dalam perjalanan ke tempat yang ditunjuk Allah, ia memikulkan kayu yang akan dipakai membakar korban (ini menunjukkan bahwa ia sudah merelakan anaknya untuk Tuhan) dan ia sendiri membawa pisau dan api (ini menunjukkan bahwa ia siap melaksanakan perintah Tuhan). Tindakan ini ia lakukan karena Tuhan.
Menjadi bapak yang kuat bukanlah karena kita merasa bahwa kita kuat. Paulus berkata: Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!  (I Kor 10:12). Kita harus kuat karena Tuhan kita kuat dan Ia menguatkan kita. Jika kehidupan keluarga kita sedang mengalami guncangan, yang anak-anak lihat pertama adalah bapak dan ibunya. Kalau mereka panik, anak-anak akan lebih lagi. Jika mereka tenang dan teguh, anak akan merasa aman.

Teladan Ketiga: Memiliki Keyakinan Bahwa Allah Menyediakan
Sebelum domba tersedia, Abraham terlebih dulu mempunyai keyakinan dan bertindak sebaik mungkin sesuai keyakinannya itu. Ketersediaan domba itu berdasarkan kebebasan Allah sendiri dan bukan bergantung pada keyakinan Abraham. Ini yang tidak dipahami sebagian orang yang menganut Teologia Sukses.[4] Abraham hanya yakin saja dan tidak tahu persis bahwa Allah benar-benar menyediakan domba untuknya atau tidak. Buktinya ia siap menyembelih Ishak sampai malaikat mencegahnya. Ia hanya yakin saja. Soal Tuhan memberi jalan keluar dalam bentuk apa, itu tidak dipikirkannya.
Sesungguhnya, iman kita akan memberi bukti kebenaran janji Allah dengan cara-cara yang seringkali tidak logis dan tidak masuk akal. Apakah sebagai bapak kita sering tidak mempunyai keyakinan bahwa Allah pasti menyediakan jalan keluar, masa depan yang baik, pendapatan yang cukup, dll ? Atau malah kita yakin seyakin-yakinnya pada Jehovah Jireh, berdoa dengan tidak putus-putusnya untuk usaha kita tapi hidup kita jauh dari kebenaran?[5] Kita bisa dibanggakan anak kita bila yang kita sebut sebagai pemberian Allah adalah hasil yang kita peroleh dengan keyakinan pada Tuhan yang terwujud juga dalam kejujuran dan ketekunan.

Yang Patut Kita Renungkan
Jika kita ditanya apakah kita bisa meneladani Bapak kita Abraham, mungkin sebagian dari kita akan berkata: saya bukan Abraham, jadi saya tidak bisa seperti Abraham. Apakah kita menjadi merasa memikul beban terlalu berat kalau meneladaninya? Mungkin jawabannya adalah ya. Tapi coba renungkan ini: Allah memandang iman dan tindakan Abraham baik. Lalu Ia memberkati. Bukan hanya dia, tapi keturunannya juga. Bukan hanya untuk di sorga, tapi untuk usahanya di bumi juga. Dari situ kita bisa menilai bahwa upah kesetiaan kita sebagai seorang bapak pada Tuhan adalah meliputi berkat bagi keturunan kita.[6]


[1] Tindakan Allah meminta Abraham mengorbankan Ishak bukan bukti bahwa Allah PL itu keji tapi malah menunjukkan kasihNya yang besar karena melalui peristiwa itu Ia mau menubuatkan tindakanNya mengorbankan Yesus Putra Tunggal Bapa.

[2] Lihat Kej 17:17 yang menunjukkan usia Abraham dan Sara waktu Allah berjanji untuk memberi mereka anak.
[3] Ef 4:29 Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
Yak 1:19,20 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.


[4] Para teolog Teologia Sukses menekankan begitu rupa kesuksesan dalam hidup orang percaya. Dalam banyak hal pengaruh mereka merambah secara negatif, sekalipun banyak juga yang positif. Salah satu istilah yang populer dalam teologi ini adalah Allah Menyediakan / Jehovah Jireh.  
[5] Saya mempunyai seorang kakak sepupu yang pernah bekerja pada seorang pengusaha di Jakarta. Pengusaha ini sukses, bisa mendirikan sebuah gedung gereja dan menggembalakan sebuah jemaat. Ia bisa menghabiskan waktu begitu lama di kamar untuk berdoa. Anehnya jika ia memenangkan tender proyek, segala tipu daya tetap ada. Pengadaan alat komunikasi pesawat CB untuk salah satu pemda di Jakarta, misalnya, hanya casingnya yang asli dan baru, sedangkan isinya hanya sebagian saja yang asli dan baru. Begitu juga dengan pengadaan mesin babat rumput. Apakah ini kesuksesan dari Jehovah Jireh atau dari tipu-tipu?
[6] Melalui silsilah Abraham, Yesus datang ke dunia (Mat 1:1. Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.)



 By. Utipouga.



0 komentar:

Posting Komentar